Sabtu, 18 Maret 2017

Hidup senikmat Kopi dan Sukun


Gigitan pertama untuk sukun yang panas …
Terkadang cara menghadapi persoalan dalam hidup itu seperti menikmati kopi dan sukun yang panas. Kita harus cepat menikmatinya sebelum dingin, karena akan terasa nikmat jika masih panas. Terkadang saya harus berlomba dengan Bapa untuk menghabiskannya. Kenapa Bapa cepat sekali menghabiskannya? Tapi saya salut dengan Bapa, walaupun kopi dan sukunnya panas, Bapa terasa menikmatinya. Ya … saya tahu, bapa sudah biasa seperti itu, menahan rasa sakit dan menikmatinya, hal itu terlihat dari wajahnya yang kasar, tangannya yang sering kotor dan lidahnya yang sudah terbiasa menelan rasa pahitnya hidup walaupun tak sepahit kopi sore ini.

Kopi panas yang terasa di lidah …
Sore ini saya belajar dari cara Bapa menikmati kopi dan sukun yang panas, bahwa tentang beban, dan segala persoalan hidup itu harus cepat diselesaikan, walaupun terasa sakit tapi nikmati dan syukurilah. Kopi memang pahit tapi kita masih punya gula untuk memberi rasa manis, begitu juga cara mengadapi masalah dalam hidup, sakit namun kita masih punya orang tua dan keluarga yang menguatkan.

Stengah Kopi yang mulai dingin dan Piring sukun yang kosong …
Segelas kopi dan sepiring sukun yang panas bersama Bapa sore ini sudah bisa meringankan beban seharian. Apa yang mereka katakan itu memang benar, “Ayah memang tidak melahirkan, tapi pengorbananya dapat melahirkan cinta yang tulus dan sejati”. Dan akhirnya,  kata pamit mengakhiri obrolan panas kita.