Gigitan pertama
untuk sukun yang panas …
Terkadang cara menghadapi persoalan dalam hidup itu seperti menikmati kopi dan sukun yang panas. Kita
harus cepat menikmatinya sebelum dingin, karena akan terasa nikmat jika masih
panas. Terkadang saya harus berlomba dengan Bapa untuk menghabiskannya. Kenapa
Bapa cepat sekali menghabiskannya? Tapi saya salut dengan Bapa, walaupun kopi dan
sukunnya panas, Bapa terasa menikmatinya. Ya … saya tahu, bapa sudah biasa
seperti itu, menahan rasa sakit dan menikmatinya, hal itu terlihat dari
wajahnya yang kasar, tangannya yang sering kotor dan lidahnya yang sudah
terbiasa menelan rasa pahitnya hidup walaupun tak sepahit kopi sore ini.
Kopi panas yang
terasa di lidah …
Sore ini saya
belajar dari cara Bapa menikmati kopi dan sukun yang panas, bahwa tentang
beban, dan segala persoalan hidup itu harus cepat diselesaikan, walaupun terasa
sakit tapi nikmati dan syukurilah. Kopi memang pahit tapi kita masih punya gula
untuk memberi rasa manis, begitu juga cara mengadapi masalah dalam hidup, sakit
namun kita masih punya orang tua dan keluarga yang menguatkan.
Stengah Kopi
yang mulai dingin dan Piring sukun yang kosong …
Segelas kopi
dan sepiring sukun yang panas bersama Bapa sore ini sudah bisa meringankan
beban seharian. Apa yang mereka katakan itu memang benar, “Ayah memang tidak
melahirkan, tapi pengorbananya dapat melahirkan cinta yang tulus dan sejati”.
Dan akhirnya, kata pamit mengakhiri
obrolan panas kita.