Selasa, 13 Juni 2017

PUISI : PAGI KITA

PUISI : PAGI KITA
Pagi yang mere’ka
Terjaga dari indahnya surga
Antara saya, dia dan mereka

Saya seperti birahi di pagi hari
Nafsu dari sesuatu yang tak pasti
Sang istri membangunkan mimpi
Tuhan membangunkan matahari
Dan anak memupuk sepi

Dari 1000 kami bercumbu
Ketika nelayan datang sepagi itu
Papalele datang menyerbu
Anak-anak datang untuk beradu
25 ribu untuk kami di pagi itu
Kami yang malu-malu jadi teringat masa lalu
Ah… sudahlah kami syukuri dulu

Sederhanakah pagi kita
Saya seperti AKU yang ingin hidup
Seribu tahun lagi untuk bercerita
Cerita tentang setiap pagi kita yang dicinta
Seperti Rangga dan CInta dipisah seribu purnama
Selalu ada derita, dan merana
Tapi saya akan tetap setia
Sampai senja … | Vence Agustinus

Selasa, 16 Mei 2017

PUISI : Bersatu

Ilustrasi Bersatu Kuat ( Foto @becaksiantar.com )

Sekarang kita saling mengadu
Tak pandang bulu tak liat waktu
Tapi ingat kemarin kita sebangku
Apa secepat itu berlalu ?

Bisakah saya rindu ingin bersatu
Bisakah kita lupa sejenak sesuatu yang dulu
Hati kita sekeras batu atau selembut salju
Itu yang saya tunggu !

PUISI : Rindu Ibu

Gambar : T. Agus Kaidir - Sumber : www.hipwee.com

Ibu, beribu-ribu tahun yang lalu
Ku s'lalu mendengar suara Mu yang merdu
Dari lukisan kalbu oleh para serdadu
Dari abu dan debu kami tahu
Dulu ibu menangis dengan syahdu

Ibu, beribu-ribu tahun sudah berlalu
Lewat lorong dan waktu kami masih tahu
Bahwa kami sebenarnya rindu, rindu untuk mengadu
Serdadu dalam penjara bambu
Kami pun kadang tak mau tahu, Ibu …

Di bulan merah jambu
Ijinkan hamba menjadi babu
Untuk membersihkan iman yang kotor karna debu
Ijinkan hati dan empedu kami bersatu
Mengucap nama yang satu
Karna doa kami tak sanggup berseru
Namun bersama Mu, Tuhan berserta ku. 

Sabtu, 18 Maret 2017

Hidup senikmat Kopi dan Sukun


Gigitan pertama untuk sukun yang panas …
Terkadang cara menghadapi persoalan dalam hidup itu seperti menikmati kopi dan sukun yang panas. Kita harus cepat menikmatinya sebelum dingin, karena akan terasa nikmat jika masih panas. Terkadang saya harus berlomba dengan Bapa untuk menghabiskannya. Kenapa Bapa cepat sekali menghabiskannya? Tapi saya salut dengan Bapa, walaupun kopi dan sukunnya panas, Bapa terasa menikmatinya. Ya … saya tahu, bapa sudah biasa seperti itu, menahan rasa sakit dan menikmatinya, hal itu terlihat dari wajahnya yang kasar, tangannya yang sering kotor dan lidahnya yang sudah terbiasa menelan rasa pahitnya hidup walaupun tak sepahit kopi sore ini.

Kopi panas yang terasa di lidah …
Sore ini saya belajar dari cara Bapa menikmati kopi dan sukun yang panas, bahwa tentang beban, dan segala persoalan hidup itu harus cepat diselesaikan, walaupun terasa sakit tapi nikmati dan syukurilah. Kopi memang pahit tapi kita masih punya gula untuk memberi rasa manis, begitu juga cara mengadapi masalah dalam hidup, sakit namun kita masih punya orang tua dan keluarga yang menguatkan.

Stengah Kopi yang mulai dingin dan Piring sukun yang kosong …
Segelas kopi dan sepiring sukun yang panas bersama Bapa sore ini sudah bisa meringankan beban seharian. Apa yang mereka katakan itu memang benar, “Ayah memang tidak melahirkan, tapi pengorbananya dapat melahirkan cinta yang tulus dan sejati”. Dan akhirnya,  kata pamit mengakhiri obrolan panas kita.